Tiap Depan Rumah Hamparan
Pinang Di Jemur
Daerah perkampungan memang indentik dengan pertanian dan
perkebunan. Apa saja yang cocok ditanami, maka hal itu akan menjadi sumber
pendapatan bagi warga. Apalagi komoditi yang saban tahun dibutuhkan untuk
berbagai keperluan. Mulai kebutuhan industri makanan, farmasi hingga industri
lainnya.
Maka tidaklah mengherankan, bila kita berjalan-jalan ke
daerah pedesaan yang berhawa sejuk, karena masih rindangnya pepohonan. Maka akan
tersuguhkan pemandangan yang tidak kita dapati dikota. Misalnya, di depan tiap
rumah penduduk yang rata-rata terbuat dari papan dan masih memakai atap rumbia.
Akan terlihat banyak hamparan biji-bijian yang dijemur. Salah satunya adalah
biji pinang.
Seperti terlihat disalah satu kawasan pedalaman Aceh
Utara, tepatnya di daerah Mbang, Kabupaten Aceh Utara, atau sekitar 20
Kilometer arah Selatan Lhokseumawe.Hampir di tiap
depan rumah warga terlihat biji pinang yang sedang di jemur diatas terpal atau
apa saja yang dianggap layak.
Hamparan biji pinang baik yang sudah dibelah maupun yang
masih utuh merupakan
pemandangan yang lazim didaerah ini. apalagi bila sedang musimnya panen
pinang. Maka aktivitas warga pun terkonsentrasi pada salah satu komoditi hasil
bumi in, baik orang tua maupun mereka yang masih
muda, larut dalam pekerjaannya mengupas kulit pinang.
Dengan sebuah alat khusus yang berbentuk seperti kikir
gergaji namun ujungnya berbuntuk pipih atau
tepatnya seperti jarum sepatu, terlihat tangan-tangan mereka begitu
cekatannya mengupas kulit pinang itu. Sementara sebagian yang lainnya membelah
pinang dengan sebuah parang kecil.
Contohnya, seperti yang terlihat di depan sebuah rumah di
Kampung Jawa Rayeuk di kawasan itu, terlihat beberapa orang warga tampak
sedang sibuk mengupas pinang didepan rumahnya.
Salah seorang dari mereka Hasbi (49), kepada penulis selasa
(18/4) mengatakan, bahwa hal itu sudah menjadi profesinya sehari-hari didaerah
ini bila musim pinang tiba, apalagi bila harga pinang sedikit melonjak dari
biasanya bila dibandingkan beberapa waktu lalu.
Mengenai harga pinang antara yang sudah terbelah atau
belum, ternyata mempunyai perbedaan.
Disebutkan oleh petani pinang itu, jika yang sudah dibelah harganya agak
miring. Yaitu, Rp 4.800 Per Kilogramnya pada masa itu, namun kalau yang tidak
dibelah alias masih utuh, harganya sedikit lebih mahal yaitu Rp 6.000 Per
Kilogramnya, ujarnya.
Sementara mengenai pemasaran hasil uasaha mereka.
Ternyata para petani di desa-desa yang ada di wilayah pedalaman seperti mereka
tidaklah terlalu menjadi persoalan. Pasalnya, setiap hari ada saja pedagang
perantara atau Mugee dalam bahasa Aceh yang mendatangi rumah-rumah penduduk
untuk membeli hasil pertanian mereka. Mugee-muge itu, dengan mengendarai sepeda
motor dengan bakul rotan besar yang diletakkan dibelakang sadel kendaraannya
siap menjemput bola.
“Kalau pedagang pengumpul itu, setiap hari selalu lalu
lalang datang membelinya”, bahkan dalam satu hari bisa mencapai 20 orang. Jika
mengenai masalah pemasarannya, tidak ada masalah, lancar-lancar saja, ucap
Hasbi enteng.
Ternyata benar saja apa yang dikatakan oleh pria ini,
seorang pria yang tak lain adalah Mugee, dengan mengendarai motor Yamaha RX
special jenis lama dengan bakul rotan besar di
sadel kendaraannya ditambah dua karung pinang, berhenti tepat didepan rumah
Hasbi. Menanyakan apa dijual pinang ini? tanyanya pada Hasbi. Yang kemudian
dijawab Hasbi, “Menyoe cocok yum pu salah” (kalau cocok harganya apa
salah-red), ucap Hasbi dengan enteng juga.
Sejenak tawar menawar harga diantara mereka, agen pinang
itu pun menawarkan dengan harga terendah untuk membeli pinang-pinang itu,
sementara Hasbi pun mempertahankan pada kisaran harga tertinggi menurut pasaran
saat ini. sehingga entah kenapa karena tidak cocok harganya, pria inipun sulit
melepaskan pinang untuk dibeli oleh agen pinang tadi.
Ungkapnya petani pinang itu lagi, “Kalau harganya
dianggap pantas dan sesuai baru kita jual, namun kalau tidak sesuai kita tunggu
saja datang agen pinang yang lain membelinya. Karena harga pinang ini bersifat
pasaran. Terkadang menjadi mahal namun ada juga turun harganya. Harganya murah
pada saat sedang banyaknya pinang yang dipanen warga, sementara kalau sedang
tidak musim harga pinang pun menjadi anjlok turun”.
Sambungnya lagi, pinang ini tidak selalu berbuah, dalam
sebulan hanya bisa dua kali petik saja, paling-paling dapat sekitar 50 Kilogram
untuk sekali petik. Sedangkan kita hanya punya sehektar kebun pinang saja.
Sementara untuk para pekerja baik membelah serta mengupas
pinang ini dikerjakan secara bersama-sama dengan anak istri dirumah. Ini
merupakan pekerjaan sambilan saja, Karena pekerjaan pokok adalah menjadi
penderes karet pada PT.Satya Agung, dengan upah perkilogramnya Dua Ribu Rupiah,
tukasnya lagi sembari tersenyum.
Sudah menjadi pemandangan sehari-hari didaerah pedalaman
bila sedang musim pinang yang mana didepan rumahnya ada aktivitas
mengupas kulit pinang dan hamparan pinang yang dijemur. Namun, ada yang menarik juga dari pemandangan
rumah-rumah penduduk di wilayah pedalaman. Bagi mereka yang mempunyai lahan
yang ada tanaman produksi. Meski beratapkan daun rumbia, namun diatasnya
rata-rata terlihat antena parabola yang menyembul. Sehingga, berbagai informasi
dan juga hiburan yang ditawarkan oleh stasiun televisi dapat diakses oleh
mereka.
Sudah pasti pula, dengan adanya hasil kebun yang mereka
dapat, perekonomian mereka juga
meningkat. Sehingga mampu membeli parabola dan kebutuhan hidup lainnya.(MUCHLIS S.PdI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar