Minggu, 30 Juni 2013

Mata Pencaharian Masyarakat Di Pedalaman Aceh Utara Saat Musim Pinang Tiba



Tiap Depan Rumah Hamparan Pinang Di Jemur

Daerah perkampungan memang indentik dengan pertanian dan perkebunan. Apa saja yang cocok ditanami, maka hal itu akan menjadi sumber pendapatan bagi warga. Apalagi komoditi yang saban tahun dibutuhkan untuk berbagai keperluan. Mulai kebutuhan industri makanan, farmasi hingga industri lainnya.

Maka tidaklah mengherankan, bila kita berjalan-jalan ke daerah pedesaan yang berhawa sejuk, karena masih rindangnya pepohonan. Maka akan tersuguhkan pemandangan yang tidak kita dapati dikota. Misalnya, di depan tiap rumah penduduk yang rata-rata terbuat dari papan dan masih memakai atap rumbia. Akan terlihat banyak hamparan biji-bijian yang dijemur. Salah satunya adalah biji pinang.

Seperti terlihat disalah satu kawasan pedalaman Aceh Utara, tepatnya di daerah Mbang, Kabupaten Aceh Utara, atau sekitar 20 Kilometer arah Selatan Lhokseumawe.Hampir di tiap depan rumah warga terlihat biji pinang yang sedang di jemur diatas terpal atau apa saja yang dianggap layak.

Hamparan biji pinang baik yang sudah dibelah maupun yang masih utuh merupakan         pemandangan yang lazim didaerah ini. apalagi bila sedang musimnya panen pinang. Maka aktivitas warga pun terkonsentrasi pada salah satu komoditi hasil bumi in, baik orang tua maupun mereka yang masih muda, larut dalam pekerjaannya mengupas kulit pinang.

Dengan sebuah alat khusus yang berbentuk seperti kikir gergaji namun ujungnya berbuntuk pipih atau  tepatnya seperti jarum sepatu,  terlihat tangan-tangan mereka begitu cekatannya mengupas kulit pinang itu. Sementara sebagian yang lainnya membelah pinang dengan sebuah parang kecil.

Contohnya, seperti yang terlihat di depan sebuah rumah di Kampung Jawa Rayeuk di kawasan itu, terlihat beberapa  orang warga tampak sedang sibuk mengupas pinang  didepan rumahnya.  

Salah seorang dari mereka Hasbi (49), kepada penulis selasa (18/4) mengatakan, bahwa hal itu sudah menjadi profesinya sehari-hari didaerah ini bila musim pinang tiba, apalagi bila harga pinang sedikit melonjak dari biasanya bila dibandingkan beberapa waktu lalu.

Mengenai harga pinang antara yang sudah terbelah atau belum, ternyata  mempunyai perbedaan. Disebutkan oleh petani pinang itu, jika yang sudah dibelah harganya agak miring. Yaitu, Rp 4.800 Per Kilogramnya pada masa itu, namun kalau yang tidak dibelah alias masih utuh, harganya sedikit lebih mahal yaitu Rp 6.000 Per Kilogramnya, ujarnya.

 Sementara mengenai pemasaran hasil uasaha mereka. Ternyata para petani di desa-desa yang ada di wilayah pedalaman seperti mereka tidaklah terlalu menjadi persoalan. Pasalnya, setiap hari ada saja pedagang perantara atau Mugee dalam bahasa Aceh yang mendatangi rumah-rumah penduduk untuk membeli hasil pertanian mereka. Mugee-muge itu, dengan mengendarai sepeda motor dengan bakul rotan besar yang diletakkan dibelakang sadel kendaraannya siap menjemput bola.

“Kalau pedagang pengumpul itu, setiap hari selalu lalu lalang datang membelinya”, bahkan dalam satu hari bisa mencapai 20 orang. Jika mengenai masalah pemasarannya, tidak ada masalah, lancar-lancar saja, ucap Hasbi enteng.

Ternyata benar saja apa yang dikatakan oleh pria ini, seorang pria yang tak lain adalah Mugee, dengan mengendarai motor Yamaha RX special jenis lama dengan bakul rotan besar di sadel kendaraannya ditambah dua karung pinang, berhenti tepat didepan rumah Hasbi. Menanyakan apa dijual pinang ini? tanyanya pada Hasbi. Yang kemudian dijawab Hasbi, “Menyoe cocok yum pu salah” (kalau cocok harganya apa salah-red), ucap Hasbi dengan enteng juga.

Sejenak tawar menawar harga diantara mereka, agen pinang itu pun menawarkan dengan harga terendah untuk membeli pinang-pinang itu, sementara Hasbi pun mempertahankan pada kisaran harga tertinggi menurut pasaran saat ini. sehingga entah kenapa karena tidak cocok harganya, pria inipun sulit melepaskan pinang untuk dibeli oleh agen pinang tadi.

Ungkapnya petani pinang itu lagi, “Kalau harganya dianggap pantas dan sesuai baru kita jual, namun kalau tidak sesuai kita tunggu saja datang agen pinang yang lain membelinya. Karena harga pinang ini bersifat pasaran. Terkadang menjadi mahal namun ada juga turun harganya. Harganya murah pada saat sedang banyaknya pinang yang dipanen warga, sementara kalau sedang tidak musim harga pinang pun menjadi anjlok turun”.

Sambungnya lagi, pinang ini tidak selalu berbuah, dalam sebulan hanya bisa dua kali petik saja, paling-paling dapat sekitar 50 Kilogram untuk sekali petik. Sedangkan kita hanya punya sehektar kebun pinang saja.

Sementara untuk para pekerja baik membelah serta mengupas pinang ini dikerjakan secara bersama-sama dengan anak istri  dirumah. Ini merupakan pekerjaan sambilan saja,  Karena pekerjaan pokok adalah menjadi penderes karet pada PT.Satya Agung, dengan upah perkilogramnya Dua Ribu Rupiah,   tukasnya lagi sembari tersenyum.


Sudah menjadi pemandangan sehari-hari didaerah pedalaman bila sedang musim pinang  yang mana didepan rumahnya ada aktivitas mengupas kulit pinang dan hamparan pinang yang dijemur.  Namun, ada yang menarik juga dari pemandangan rumah-rumah penduduk di wilayah pedalaman. Bagi mereka yang mempunyai lahan yang ada tanaman produksi. Meski beratapkan daun rumbia, namun diatasnya rata-rata terlihat antena parabola yang menyembul. Sehingga, berbagai informasi dan juga hiburan yang ditawarkan oleh stasiun televisi dapat diakses oleh mereka.

Sudah pasti pula, dengan adanya hasil kebun yang mereka dapat, perekonomian  mereka juga meningkat. Sehingga mampu membeli parabola dan kebutuhan hidup lainnya.(MUCHLIS S.PdI)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar