Selasa, 11 Juni 2013

Lembayung Sore Hari Di Kota Gas



"Hari Telah Senja Sayang"

Nun jauh disana di atas kaki bukit,  Matahari semakin merebahkan dirinya ke ufuk Barat, hingga kemilau sinar kemerah-kemerahan menyilau yang keluar dari bias sang surya itu, menyinari kaki langit. Laksana taburan emas diatas mega yang ber arak.

Sementara itu, beberapa anak kecil di pinggiran Kreung Cunda, Lhokseumawe, larut dalam kesibukannya, diantara lumpur dan air di sungai yang telah surut itu. Anak-anak ini adalah menunggui orang tua mereka yang sedang mencari tiram di sungai ini. Mereka berlari –lari  kecil dan bercengkrama dengan sesamanya, sambil sesekali tangan kecilnya  menyodok lumpur, seperti mencari sesuatu.     

Anak-anak bertelanjang dada dan berkulit hitam ini tampak bahagia sekali,  hanya dengan seperti inilah mereka dapat merasakan nikmatnya masa kecil. Walau sulit untuk merasakan nikmatnya permainan ala modern. Seperti mereka yang orang tuanya jadi pejabat atau orang terkenal lainnya di kota yang berjuluk Pero Dollar ini.

Sedangkan orang tua anak-anak yang bermain di tepi sungai, sibuk menyelam dasar sungai untuk mencari tiram yang dapat digantikan dengan beras, supaya periuk di rumah mereka dapat mengepul untuk menghidupi keluarganya.

Sementara senja itu, di sejumlah jalanan Kota Lhokseumawe, tampak jalanan sangat padat oleh kendaraan dengan berbagai jenis. Asap dan raungan suara yang membahana, yang mengepul dari knalpot kendaraan. Semakin menjadikan kota ini sibuk dengan dirinya sendiri.

Pusat-pusat jajanan warga, pada senja hari ramai di kerumuni oleh mereka yang ingin merasakan nikmatnya penganan ringan. Mulai dari yang dijajakan di pinggir jalan dengan gerobak hingga di tempat yang spesial dengan harga yang khusus pula.

Bagi mereka yang berkantong tebal pada senja seperti ini, menghabiskan waktunya di kafe-kafe terkenal yang ada di sudut kota yang berpenduduk lebih kurang 160 Ribu jiwa  ini. Deretan kendaraan yang tergolong mewah untuk ukuran kota kecil ini, semakin menghiasi dandanan wajah kota yang masih banyak bopengnya di sana sini.

Kembali lagi kepada aktivitas warga di pinggir sungai Cunda tadi, senja semakin berlalu. Sang surya pun ingin semakin merebahkan dirinya di ufuk barat untuk segera di selimuti oleh dinginnya malam.

Satu persatu orang tua dari anak-anak ini bergerak bangkit dari air untuk berbenah pulang. Alunan bacaan ayat-ayat suci Al Qur’an yang di putar dengan tape recorder, melalui pengeras suara dari beberapa surau terdekat di kota yang bersyariat ini. Semakin menandakan hari telah senja.

Mereka yang kebanyakan kaum perempuan ini, segera berbenah diri untuk membawa pulang hasil yang didapat hari itu. Tanpa di komando anak-anak mereka yang sedari tadi asyik bermain, mulai merapat kepada orang tuanya masing-masing. seakan orang tua dari anak-anak ini berkata kepada anaknya, "Hari telah senja sayang, ayo berbenah dirimu kita akan segera pulang." Nelayan tradisonal yang juga menebar jaring di sungai ini, mulai merapatkan  perahu kecilnya di pinggir sungai.

Kaum-kaum yang termajinalkan perekonomiannya ini berjalan menyusuri jalan, pulang ke arah rumahnya masing-masing dengan menjinjing sekarung tiram diatas kepalanya yang beratnya sekitar 40 Kilogram ini, untuk dijual esok harinya.

Begitu juga, hilir mudiknya kendaraan tadi dijalanan mulai berkurang. Di beberapa tempat telah sepi. Apakah kesepian di waktu seperti ini, hanya sekedar menghindari waktu Maghrib masih dijalanan atau di sebabkan mau menunaikan salah satu kewajibannya sebagai umat Islam. Karena sebentar lagi, Azan Maghrib akan berkumandang sebagai tanda sudah waktunya untuk bersujud di hadapan Sang Ilahi Rabbi. (Muchlis S.Pd.I)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar